Friday, February 10, 2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Keseimbangan asam basa merupakan pembicaraan yang sangat penting dalam seluruh kimia dan dalam bidang-bidang lain seperti pertanian, biologi dan kedokteran yang mempergunakan kimia. Titrasi yang menyangkut asam dan basa secara meluas digunakan dalam pengendalian analitik dari banyak barang dagangan dan dioksidasi asam dan basa menggunakan pengaruhnya yang penting terhadap proses metabolik di dalam sel hidup. Kesetimbangan asam basa seperti yang telah diajarkan dalam kuliah kimia analitik, memberikan kepada mahasiswa yang tak berpengalaman kesempatan untuk memperluas pengertiannya dalam keseimbangan kimia dan untuk memperoleh kepercayaan dalam menggunakan pengertiannya terhadap soal-soal yang beraneka warna secara luas.
Dalam menilai suatu reaksi yang harus dipakai sebagai dasar titrasi, salah satu segi terpenting adalah sampai berapa jauh reaksi berlangsung menuju ke kelengkapan dekat pada titik ekuivalen. Perhitungan stoikiometri tidak memperhitungkan letak keseimbangan ke arah mana suatu reaksi kimia berkecenderungan. Titrimetri dengan sifatnya yang sama umumnya merintangi suatu pemaksaan suatu reaksi sampai lengkap oleh kelabihan reaktan yang sangat besar dan kita akan melihat bahwa dapat atau tidak dapat tercapainya reaksi tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari aplikasi metode asidi-alkalimetri digunakan untuk membuat senyawa obat, dan karena itu pemahaman akan asidi-alkalimetri penting untuk kita pelajari agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
1.2    PERUMUSAN MASALAH
Masalah yang timbul dalam percobaan Asidi Alkalimetri ini adalah bagaimana cara untuk menentukan kadar suatu larutan asam ataupun basa dengan prinsip Asidi Alkalimetri dengan tepat.   

1.3    TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini antara lain :
1.    Untuk mengetahui dan memahami prinsip titrasi Asidi Alkalimetri.
2.    Untuk menentukan kadar sampel larutan asam maupun basa sesuai dengan
prinsip titrasi Asidi Alkalimetri.
3.    mempelajari cara menstandarisasi suatu larutan sekunder dengan menggunakan larutan primer


1.4    MANFAAT
Manfaat yang dapat diambil dari percobaan Asidi Alkalimetri ini antara lain :
1.    Dapat mengetahui dan memahami prinsip titrasi Asidi Alkalimetri.
2.    Dapat menentukan kadar sampel larutan asam maupun basa sesuai dengan prinsip titrasi Asidi Alkalimetri.
3.    Dapat mengetahui dan memahami menstandarisasi larutan sekunder seperti NaOH

1.5    RUANG LINGKUP PERCOBAAN
          Praktikum Kimia Analisa Kuantitatif dengan modul percobaan Penentuan Asam Asetat dengan Titrasi Asidi-Alkalimetri ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara dan dalam kondisi ruangan:
                               Temperatur    : 30oC
                               Tekanan udara    : 760 mmHg
 Dilakukan dalam ruangan dengan menggunakan bahan–bahan antara lain asam cuka “pantja niaga”,asam asetat 0,02 N,  natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N, asam oksalat (H2C2O4)  dan indikator phenolphtalein sedangkan untuk peralatan digunakan alat-alat seperti statif besi dan klem, buret, erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, pipet tetes, corong dan batang pengaduk.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    TITRASI ASAM-BASA
Titrasi adalah pengukuran suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah reaktan tertentu lainnya. Titrasi asam basa adalah reaksi penetralan. Jika larutan bakunya asam disebut asidimetri dan jika larutan bakunya basa disebut alkalimetri.
Jenis-jenis titrasi asam-basa
Titrasi asam basa terbagi menjadi 5 jenis,yaitu:
1.    Asam kuat - basa kuat
2.    Asam kuat - basa lemah
3.    Asam lemah - basa kuat
4.    Asam kuat - garam dari asam lemah
5.    Basa kuat - garam dari basa lemah
Titrasi Asam Kuat - Basa Kuat
Contoh: asam kuat - basa lemah :HCl – NaOH
Persamaan reaksi
HCl + NaOH                NaCl + H2O
Reaksi ionnya
H+ + OH-                          H20

Gambar 2.1 Kurva Titrasi Asam Kuat Basa Kuat
Titrasi Asam Kuat - Basa Lemah
contoh : - Asam kuat : HCl - Basa lemah : NH4OH
Persamaan Reaksi :
HCl + NH4OH   →   NH4Cl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + NH4OH   →   H2O + NH4+

Gambar 2.2 Kurva Titrasi Asam kuat – Basa Lemah

Titrasi Asam Lemah - Basa Kuat
contoh : - Asam lemah : CH3COOH - Basa kuat : NaOH
Persamaan Reaksi :
CH3COOH + NaOH   →   NaCH3COO + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + OH-   →   H2O

Gambar 2.3 Kurva Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat
Titrasi Asam Kuat - Garam dari Asam Lemah
contoh :- Asam kuat : HCl- Garam dari asam lemah : NH4BO2
Persamaan Reaksi :
HCl + NH4BO2   →   HBO2 + NH4Cl
Reaksi ionnya :
H+ + BO2-   →   HBO2
Titrasi Basa Kuat - Garam dari Basa Lemah
contoh : - Basa kuat : NaOH- Garam dari basa lemah : CH3COONH4
Persamaan Reaksi :
NaOH + CH3COONH4   →   CH3COONa + NH4OH
Reaksi ionnya :
OH- + NH4-   →   NH4OH
2.2    PRINSIP TITRASI ASAM-BASA
Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga akan terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Secara percobaan, perubahan pH dapat diikuti dengan mengukur pH larutan yang dititrasi dengan elektrode pada pH meter. Reaksi antara asam dan basa, dapat berupa asam kuat atau lemah dengan basa kuat atau lemah, meliputi berikut ini ;
Tabel 2.1. Harga pH titik ekivalen titrasi asam basa
Jenis asam    Jenis basa    pH titik ekivalen(TE)
Asam kuat
Contoh: HCl    Basa kuat
Contoh: NaOH    = 7 (netral)
Asam kuat
Contoh: HCl    Basa lemah
Contoh: N4HOH    < 7 (asam)
Asam lemah
Contoh: CH3COOH    Basa kuat
Contoh: NaOH    > 7 (basa)
Asam lemah
CH3COOH    Basa lemah
Contoh: NH4OH    Tergantung pada harga Ka asam lemah dan Kb basa lemahnya
Bila Ka > Kb maka pH TE < 7
Bila Ka < Kb maka pH TE > 7
Bila Ka = Kb maka pH TE = 7       









(anonim, 2008)
Dari pH titik ekivalen tersebut dapat dipilih indikator untuk titrasi asam basa yang mempunyai harga kisaran pH tertentu.



2.3    ASIDI AL-KALIMETRI
Salah satu analisis titrimetri yang melibatkan asam basa adalah asidi alkalimetri. Titrasi asam basa sangat berguna dalam dunia kefarmasian terutama untuk reaksi-reaksi dalam pembuatan obat. Oleh karena itu asidi alkalimetri sangat perlu untuk dipelajari Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut.        Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:                   1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120 oC).                                    2 .Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat  diabaikan.                                            3 .Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.                   4.Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).                                   5.Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan   titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.                                              6.Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hydrogen iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer.                    Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator (J. Basset, 1994).                                        Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Keenan, 2002).    Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya.                                        Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di dalam suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya.                                Campuran karbonat dan hidroksida, atau karbonat dan bikarbonat, dapat ditetapkan dengan titrasi dengan menggunakan indikator fenolphtalein dan metil jingga (Day, 1981).                                    Biasanya ion karbonat dititrasi sebagai suatu basa dengan suatu asam kuat sebagai titran, dalam hal mana akan diperoleh dua patahan yang cukup nyata, yang berpadanan dengan reaksi :
CO32- + H3O+       HCO3- + H2O
CO3- + H3O+         H2CO3- + H2O
2.4    CARA MENGETAHUI TITIK EKIVALEN
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.            1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.                      2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.                            Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
2.5    INDIKATOR TITRASI
Indikator untuk titrasi asam basa memegang peranan yang amat penting disebabkan indicator ini akan menunjukkan kita dimana titik akhir titrasi berlangsung. Pemilihan indicator yang tepat akan sangat membantu dalam keberhasilan titrasi yang akan kita lakukan. Jangan sampai kita salah memilih indicator yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam penentuan titik akhir titrasi. Untuk memilih indicator yang akan dipakai pada titrasi asam basa maka terlebih dahulu kita harus memperhatikan trayek pH indicator tersebut. Misalkan kita memiliki indicator asam lemah HIn dimana bentuk takterionisasinya berwarna merah sedangkan bentuk terionisasinya berwarna kuning. Perubahan warna HIn terjadi pada kisaran pH tertentu. Perubahan ini tampak bergantung pada kejelihan penglihatan orang yang melakukan titrasi. Untuk warna indicator yang terjadi akibat terbentuknya dari transisi kedua warna (misal HIn berubah dari warna merah ke kuning maka kemungkinan warna transisinya adalah oranye), maka umumnya hanya satu warna yang akan teramati jika perbandingan kedua konsentrasi adalah 10:1 jadi hanya warna dengan konsentrasi yang paling tinggi yang akan terlihat.        Sebagai contoh jika hanya warna kuning yang terlihat maka konsentrasi [In-]/[HIn] = 10/1 dan jika kita masukkan ke persamaan Henderson-Hasselbalch diperoleh                                                  pH = pKa + log 10/1 = pKa + 1                                     dan jika hanya warna merah yang terlihat maka konsentrasi [In]/HIn] = 1/10 sehingga:                                                 pH = pKa + log 1/10 = pKa – 1                                   Jadi pH indicator akan berubah dari kisaran warna yang satu dengan yang lain adalah berkisar antara pKa-1 sampai dengan pKa + 1, dan pada titik tengah daerah transisi perubahan warna indicator konsentrasi [In-] akan sama dengan [HIn] oleh sebab itu pH = pKa.                                        Dengan demikian kita dapat memilih suatu indicator dengan cara mimilih indicator yang nilai pKa-nya adalah mendekati nilai pH pada titik ekuivalen atau untuk pH indicator dari basa lemah nilai pKb-nya yang mendekati nilai pH ekuivalen. Contoh indicator pp yang dipakai untuk titrasi asam kuat dan basa kuat atau asam lemah dan basa kuat, indikato metil merah yang dipakai untuk titrasi basa lemah dan asam kuat.








Tabel 2.2 Trayek pH Indikator Asam Basa dan Transisi Perubahan Warnanya

2.6    SYARAT-SYARAT INDIKATOR YANG BAIK
Tidak semua reaksi dapat dipergunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.    Reaksi harus berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas.
2.    Reaksi harus cepat dan reversibel. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu banyak apalagi menjelang titik akhir reaksi. Bila reaksi tidak reversibel, penentuan akhir titrasi tidak tegas.
3.    Harus ada penunjuk akhir reaksi (indikator). Penunjuk itu dapat :
    Timbul dari reaksi titrasi itu sendiri, misalnya titrasi campuran asam oksalat + asam
sulfat oleh KMnO4 dimana selama titrasi belum selesai titrat tidak berwarna, tetapi
setelah akhir titrasi tercapai, larutan menjadi berwarna karena kelebihan setetes saja
dari titran menyebabakan warna menjadi jelas.
    Berasal dari luar. Dapat berupa suatu zat atau suatu alat yang dimasukkan kedalam titrat. Zat itu disebut indikator dan menunjukan akhir titrasi, karena
a.    menyebabkan perubahan warna titrat atau
b.    menimbulkan perubahan kekeruhan dalam titrat (larutan jernih menjadi keruh atau sebaliknya)
4.    Larutan baku yang direaksikan dengan analit harus mudah dibuat dan sederhana penanganannya serta harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah. Contoh suatu reaksi yang baik untuk titrasi adalah antara asam keras dan basa keras. Karena berlangsung sempurna, cepat, tunggal, ada indikator yang dengan jelas menunjukkan titik akhir titrasi. Larutan asam maupun basa mudah dibuat menjadi larutan baku dan dapat disimpan tanpa mengalami perubahan dalam konsentrasinya.









BAB III
BAHAN DAN PERALATAN
3.1    BAHAN DAN FUNGSI
3.1.1 Sampel (Cuka)                                                       Fungsi : Sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya
A.    Sifat Fisika
1.    Berat molekul : 60,05 g/mol
2.    Densitas : 1,049 g/cm3
3.    Titik lebur : 16,5˚C
4.    Titik didih : 118,1˚C
5.    Keasaman (pKa) : 4,76 pada 25˚C
B.    Sifat Kimia
1.    Bersifat higroskopis.
2.    Merupakan asam lemah.
3.    Bersifat polar.
4.    Bersifat korosif.
5.    Reaksi dengan logam menghasilkan logam etanoat.
(Anonim, 2009a)
3.1.2 Natrium Hidroksida (NaOH)                                  Fungsi : Sebagai larutan standar untuk mentitrasi asam cuka.
A.    Sifat Fisika
1.    Berat molekul : 39,9971 g/mol
2.    Densitas : 1,04 g/cm3
3.    Titik lebur : 323˚C
4.    Titik didih : 1388˚C
5.    Indeks bias : 1,412
B.    Sifat Kimia
1.    Bersifat higroskopis.
2.    Dapat larut dalam etanol dan metanol.
3.    Tidak larut dalam pelarut non polar.
4.    Merupakan basa kuat
5.    Dapat bereaksi dengan asam karboksilat.
(Anonim, 2009e)
3.1.3 Asam oksalat (H2C2O4.2H2O)
Fungsi : Sebagai pentiter
A.    Sifat Fisika
1.    Berat molekul    : 126,07 gram/mol dalam bentuk dihidrat
2.    Massa jenis    : 1,653 gram/cm3
3.    Titik lebur    : 101,5oC
4.    Bersifat beracun
5.    Sangat larut dalam air
6.    Berwujud padat kristal.
7.    Tidak berwarna.
8.    Berbentuk kristal monoklinik
9.    Pada titik didihnya akan mengalami peristiwa sublimasi.
B.    Sifat Kimia
1.    Membentuk asam dan garam normal bila direaksikan dengan basa
asam oksalat    natrium hidroksida       air    natrium hydrogen oksalat
2.    Bila direaksikan dengan dua senyawa natrium hidroksida akan membentuk garam natrium oksalat normal.
Asam oksalat    natrium hidroksida       air    natrium oksalat normal
3.    Didapatkan dari reaksi pemanasan gula (sukrosa) dengan oksigen.
C12H22O11  +  18O              6(COOH)2  + 5H2O
Sukrosa    oksigen    asam oksalat       air
4.    Dalam industri asam oksalat didapatkan dari reaksi kalsium oksalat dengan asam sulfat.

Kalsium oksalat    asam sulfat          kalsium sulfat    asam oksalat
5.    Mengalami esterifikasi yaitu bereaksi dengan alcohol membentuk ester.
Asam oksalat        etanol            air        dietil oksalat
6.    Asam oksalat juga mengalami reaksi oksidasi menjadi karbondioksida dan air.
Asam oksalat    oksigen            karbondioksida        air
7.    Reaksi oksidasi dari asam oksalat pada umumnya memakai larutan kalium permanganate dan asam sulfat, menurut reaksi:

2KMnO4 + 5(COOH)2 + 3H2SO4               K2SO4 + 2MnSO4 + 10CO2 + 8H2O
8.    Asam oksalat mengalami reaksi dehidrasi saat dipanaskan hingga suhu 100oC sehingga kandungan air di dalamnya akan terbuang dan menghasilkan gas karbonmonoksida dan karbondioksida.
Asam oksalat         air                karbon monoksida   karbondioksida

3.1.4 Indikator Phenolphtlein
Fungsi : Sebagai indikator
A. Sifat Fisika
    1. Sukar larut dalam air
    2. Larutannya tidak berwarna
    3. Larutannya memiliki endapan putih
    4. Titik lebur        : 210oC
    5. Spesifik grativitas    : 1,298
  B. Sifat Kimia
    1. Merupakan indikator 1 warna
2. Indikator dengan trayek pH 8,2-10
3. Bentuk asamnya tidak berwarna
4. Bentuk basanya berwarna merah
5. Dapat berinteraksi dengan air sehingga cincin laktonnya terbuka dan membentuk asam yang tidak berwarna
6. Merupakan asam dwiprotik
    (Anonim, 2009g)




3.2    PERALATAN DAN FUNGSI
1.    Beaker glass
Fungsi : sebagai wadah untuk bahan - bahan yang digunakan.
2.    Pipet tetes
Fungsi : untuk mengambil zat dalam jumlah kecil.
3.    Corong gelas
Fungsi : sebagai alat bantu untuk menuang larutan ke gelas ukur.
4.    Erlenmeyer
Fungsi : sebagai tempat larutan yang akan dititrasi.
5.    Statif dan klem
Fungsi : sebagai tempat menggantungkan / menjepitkan buret.
6.    Buret
Fungsi : untuk menitrasi sampel.
7.    Gelas ukur
Fungsi : untuk mengukur volume bahan yang digunakan.
8.    Batang pengaduk
Fungsi : sebagai alat untuk mengaduk larutan agar homogen.










3.3 Rangkaian Peralatan










Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan
Keterangan gambar :
1. Statif
2. Buret
3. Erlenmeyer
4. Beaker glass
5. Gelas ukur
6. Corong
7. Pipet tetes




BAB IV
PROSEDUR PERCOBAAN



4.1        PROSEDUR
4.1.1    PENYIAPAN LARUTAN NaOH 0,1 N
1)    2 gram kristal NaOH dimasukkan ke dalam Beaker Glass 500 ml.
2)    Ditambahkan air hingga volume menjadi 500 ml.
3)     Diaduk sampai NaOH larut                               
4.1.2    STANDARISASI LARUTAN NaOH 0,1 N   
1.    Ditimbang 1.2607 gram kristal asam oksalat (H2C2O4.2H2O) dilarutkan dalam labu 250 ml, hingga diperoleh H2C2O4.2H2O 0.1 N
2.    Larutan tersebut dipipet sebanyak 25 ml, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
3.    Dibuat larutan phenolftalein dengan cara mencampurkan 1gram phenolftalein C20H14O4 dengan 20 ml air dan 80ml ethanol
4.    Dimasukkan 2 tetes phenolftalein ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan asam oksalat
5.    Dititrasi dengan larutan baku asam (NaOH) sampai terjadi perubahan indikator menjadi pink (merah muda) yang stabil. Dicatat volume NaOH yang terpakai
6.    Dilakukan titrasi duplo, hingga diperoleh konsentrasi NaOH

4.1.3    PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT
1)    Dipipet sampel  sebanyak 25 ml ke dalam erlenmeyer.
2)    Ditambahkan 2 tetes indikator phenolpthalein ke dalam sampel tersebut.
3)    Dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna indikator menjadi merah muda yang stabil.
4)    Dicatat volume NaOH yang terpakai.
5)    Dilakukan titrasi secara duplo.
6)    Dihitung kadar asam asetat yang diperoleh.





4.2       FLOWCHART PERCOBAAN
4.2.1  flowchart penyiapan larutan NaOH 0,1 N





   












Gambar 4.1 Flowchart Persiapan Larutan NaOH 0,1 N








4.2.2  flowchart standarisasi larutan NaOH 0,1 N

                                       




   









   
                       
       

Gambar 4.2 flowchart Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N

      4.2.3 Flowchart Penentuan Kadar Asam Asetat dalam Cuka








   
   

    Tidak
    Ya


    Ya














Gambar 4.3 flowchart penentuan kadar asam asetat dalam cuka


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1     HASIL PERCOBAAN
5.1.1  Data Persiapn Larutan Standar NaOH 0,1 N
Tabel 5.1    Persiapan NaOH 0,1N
Konsentrasi NaOH    Massa kristal NaOH yang digunakan     Volume Pelarut
2  gr    2,0 gram    500 ml

5.1.2  Data Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N
Tabel 5.2    Standarisasi Larutan HCl
No    V H2C2O4    V NaOH    Konsentrasi NaOH    % Ralat
1    25 ml    58,2 ml    0,042 N     58 %
2    25 ml    60,7 ml       
Rata-rata    25 ml    59,45 ml       

5.1.3  Perhitungan Kadar Asam Asetat dalam sampel I Cuka  “Pantja Niaga”
5.3 Tabel Kadar Asam Asetat dalam sampel I Cuka “pantja niaga”
No    Vol. As. Asetat    Konsentrasi As. Asetat    Vol. NaOH    Kadar As. Asetat    Kadar Asli As. Asetat    % Ralat
1    25 ml    0,309 M    227 ml    2,162 %    5,147 %   

54,5 %
2    25 ml    0,309 M    223 ml    2,162 %    5,147 %   
Rata-rata    25 ml    0,309 M    225 ml    2,162 %    5,147 %   



 5.1.4  Perhitungan Kadar Asam Asetat dalam sampel II
Tabel 5.4 Kadar Asam Asetat dalam Sampel II
No    Vol. Sampel    Konsentrasi Sampel    Vol. NaOH    Kadar As. Asetat (0,1 N NaOH)    Kadar As. Asetat (0,06 N NaOH)    % Ralat
1
2    25 ml
25 ml    0,377 M
0,377 M    227 ml
223 ml    2,159 %
2,159 %    3,009 %
3,009 %   

57,91 %

Rata-rata    25 ml    0,377 M    225 ml    2,159 %    3,009 %   

5.2     PEMBAHASAN
5.2.1 Pembahasan Sampel
Prinsip titrasi asidi alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap suatu senyawa dengan cara mereaksikannya dengan suatu larutan baku yang sudah diketahui konsentrasinya dengan tepat. Dalam percobaan ini, sampel yang dianalisis adalah asam cuka CH3COOH yang kadarnya dapat ditentukan melalui metode titrasi dengan larutan baku NaOH.
Dalam percobaan ini, sampel yang dianalisis adalah cuka Pantja Niaga. Karena komponen bersifat asam dalam cuka adalah asam asetat, maka kadarnya dapat ditentukan melalui titrasi dengan larutan baku NaOH.
Prosedur pertama adalah menyiapkan larutan baku yaitu larutan NaOH 0,1 N. Lalu menstandarisasi larutan NaOH tersebut dengan H2C2O4 0,1.Volume rata-rata yang terpakai dalam melakukan titrasi adalah sebanyak 59,45 ml dan konsentrasi NaOH adalah 0,042 N sehingga didapatkan persen ralat dalam percobaan ini adalah 58%.
Prosedur kedua adalah menentukan kadar asam asetat dalam cuka dengan memakai NaOH 0,1 N dengan menitrasi sampel yang mengandung asam asetat itu dengan larutan baku NaOH yang sudah diketahui konsentrasinya dengan tepat. Dipipet 25 ml sampel ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes indikator phenolpthalein sebagai penanda titik akhir titrasi. Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan larutan baku NaOH dari buret. Reaksinya:
CH3COOH +  NaOH  →  CH3COONa +  H2O
CH3COOH dalam erlenmeyer akan habis bereaksi dengan NaOH yang ditambahkan dari buret ketika warna larutan di erlenmeyer menjadi warna merah muda. Titrasi dilakukan secara duplo, yakni dilakukan sebanyak 2 kali. Hasil titrasi menunjukkan volume rata-rata NaOH untuk mereaksikan sejumlah CH3COOH dalam cuka, yakni 225 ml. Dari reaksi di atas dapat disusun persamaan:
M as.asetat x Vas.asetat = MNaOH x VNaOH
Dan dari perhitungan dengan rumus di atas, diperoleh konsentrasi asam asetat dalam sampel I dan sampel II itu adalah 0,309 N dan 0,377 N. Dimana kita ketahui secara teoritis konsentrasi dari asetat dalam sampel I dan sampel II itu adalah 0,9 N dan 0,2 N. Sehingga ralat dari percobaan ini adalah 57,9% dan 54,5%.
Berikut ini adalah gambar grafik dari perubahan PH akibat pada sampel cuka Pantja Niaga.

Gambar 5.1 Kurva Titrasi NaOH 0,1 N terhadap sampel cuka “Pantja Niaga”
Berdasarkan grafik kurva titrasi erhadap cuka Pantja Niaga, pH larutan sebelum penambahan NaOH adalah 2,58 dan trayek pH tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya volume NaOH yang terpakai. Pada akhit titrasi, dimana 225 ml larutan NaOH terpakai, pH larutan ini menjadi lebih dari 2,58.   
Prosedur ketiga adalah menentukan kadar asam asetat dalam sampel cuka pantja niaga dengan menitrasi sampel yang mengandung asam asetat itu dengan larutan baku NaOH yang sudah diketahui konsentrasinya dengan tepat. Dipipet 25 ml sampel ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 2 tetes indikator phenolphtlein sebagai penanda titik akahir titrasi. Kemudian larutan tersebut dititrasi dengan larutan baku NaOH dari buret. Reaksinya:
CH3COOH + NaOH      CH3COONa + H2O
CH3COOH dalam erlenmeyer akan habis bereaksi dengan NaOH yang ditambahkan dari buret ketika warna larutan di erlenmeyer menjadi merah muda. Titrasi dilakukan secara duplo, yakni dilakukan minimal 2 kali. Hasil titrasi menunjukkan volume rata-rata NaOH untuk mereaksikan sejumlah CH3COOH dalam Pantja Niaga.
Dari reaksi di atas dapat disusun persamaan:
Dan dari perhitungan dengan riumus di atas, diperoleh konsentrasi asam asetat dalam sampel cuka Pantja Niaga adalah 0,377 N. Dimana kita ketahi secara teoritis kosentrasi dari asetat  dalam sampel cuka pantja niaga itu adalah 0,9 N. sehingga ralat dari percobaan ini adalah 57,9%.
    Pada sampel cuka, pH larutan sebelum penambahan NaOH adalah 2,3637 dan trayek pH tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya volume NaOH yang terpakai. Pada akhir titrasi, dimana 225 ml larutan NaOH terpakai, pH larutan ini menjadi 9,45. Secara teori, dijelaskan bahwa suatu larutan yang telah ditambahkan dengan phenolpthalein akan berwarna merah muda jika dititrasi dengan larutan yang bersifat basa (NaOH) dan memiliki pH lebih dari 7. Kenaikan pH akibat penambahan basa tidak dapat ditentukan secara sistematis. Hal ini disebabkan faktor waktu yang digunakan dalam penetesan, kesempurnaan pengadukan, dan sebagainya.

Gambar 5.1 Kurva Titrasi NaOH 0,1 N terhadap sampel 1 (asam asetat 3,009 N)
Pada sampel 1, pH larutan sebelum penambahan NaOH adalah 2,52 dan trayek pH tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya volume NaOH yang terpakai. Pada akhir titrasi, dimana 225 ml larutan NaOH terpakai, pH larutan ini menjadi 9,23.
PROSEdur keempat adalah menetuka  kadar asam asetat dalam
Secara teori, dijelaskan bahwa suatu larutan yang telah ditambahkan dengan phenolpthalein akan berwarna merah muda jika dititrasi dengan larutan yang bersifat basa (NaOH) dan memiliki pH lebih dari 7. Kenaikan pH akibat penambahan basa tidak dapat ditentukan secara sistematis . Hal ini disebabkan faktor waktu yang digunakan dalam penetesan, kesempurnaan pengadukan, dan sebagainya.
Adapun hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyimpangan antara konsentrasi teori dan praktek antara lain:
1.    Ketidaktelitian dalam pembacaan buret.
Pembacaan skala pada buret haruslah teliti dan konsisten pada acuan titik meniskus larutan, serta posisi mata harus sejajar dengan posisi skala pada buret.
2.    Ketidaktelitian saat melakukan titrasi.
Titrasi seharusnya dilakukan setetes demi setetes hingga terjadi perubahan warna pada larutan. Setelah terjadi perubahan warna, proses titrasi harus dihentikan karena titik ekuivalen telah tercapai.
3.    Kurang murninya bahan-bahan yang dipakai.
Bahan-bahan dan indikator yang digunakan harus benar-benar terjaga   kemurniannya, tidak terkontaminasi oleh zat lain.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN


5.1    KESIMPULAN   
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1.    Dari hasil percobaan, diperoleh konsentrasi NaOH yang didapatkan dari proses standarisasi adalah 0,042 M , sedangkan konsentrasi teori adalah 0,1 sehinnga %ralatnya adalah 58% .
2.    Dari hasil percobaan, diperoleh konsentrasi asam asetat pada sampel 1 dan sampel 2 berturut-turut adalah 0,30972 M dan 0,378 M
3.    Dari hasil percobaan, diperoleh kadar asam asetat pada sampel 1 dan sampel 2  adalah 1,778 % dan 2,159 %
4.    Pada sampel cuka Pantja Niaga, saat dititrasi PH cuka yang semula adalah 2,58 berangsur-angsur naik menjadi lebih dari 2,58, sedangkan pada sampel asam asetat 0,2 M pH berubah dari 2,62 menjadi lebih dari 2,62  seiring ditambahkannya NaOH.
5.    Larutan baku yang digunakan dalam titrasi asidi-alkalimetri adalah asam kuat ataupun basa kuat yang telah diketahui konsentrasinya secara tepat.

5.2    SARAN
Adapun saran yang dapat saya sampaikan untuk praktikan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1.    Praktikan harus perlahan-lahan memutar keran buret karena jika tidak perlahan maka pentiter akan mengalir deras dan membuat hasil tidak akurat.
2.    Praktikan harus harus teliti dalam pembacaan skala buret
3.    Praktikan harus lebih sabar dan hati-hati dalam proses pentiteran sampel.
4.  Saat pentiteran, praktikan harus memperhatikan tetesan larutan baku yang  diteteskan agar tidak mengenai dinding labu tetapi langsung ke larutan
5. Praktikan harus teliti dalam pengamatan perubahan warna titrat ketika melakukan titrasi.

LAMPIRAN A
DATA PERCOBAAN
L.A.1 Data persiapan larutan standart NaOH 0,1 N
Tabel L.1 Data persiapan larutan standar NaOH 0,1 N
Berat NaOH    Volume Pelarut    Konsentrasi NaOH
2 gr    500 ml    0,1 N

L.A.2 Data standarisasi larutan NaOH 0,1 N
Tabel L.2 Data standarisasi larutan NaOH 0,1 N
No    V H2C2O4    V NaOH    Konsentrasi NaOH    Konsentrasi asam oksalat
1    25 ml    58,2 ml    0,042 N    0,1 N
2    25 ml    60,7 ml       
Rata-rata    25 ml    59,45 ml       

L.A.3 Perhitungan kadar asam asetat dalam sampel I cuka “pantja niaga”
Tabel L.3 Perhitungan Kadar Asam Asetat dalam sampel I Cuka “pantja niaga”
No    Vol. As. Asetat    Konsentrasi As. Asetat    Vol. NaOH    Kadar As. Asetat    Kadar Asli As. Asetat    % Ralat
1    25 ml    0,309 M    227 ml    2,162 %    5,147 %   

57,9 %
2    25 ml    0,309 M    223 ml    2,162 %    5,147 %   
Rata-rata    25 ml    0,309 M    225 ml    2,162 %    5,147 %   


L.A.4 Perhitungan kadar asam asetat dalam sampel II
Tabel L.4 Perhitungan Kadar Asam Asetat dalam Sampel II
No    Vol. Sampel    Konsentrasi Sampel    Vol. NaOH    Kadar As. Asetat (0,1 N NaOH)    Kadar As. Asetat (0,06 N NaOH)    % Ralat
1
2    25 ml
25 ml    0,377 M
0,377 M    227 ml
223 ml    2,159 %
2,159 %    3,009 %
3,009 %   

54,5 %

Rata-rata    25 ml    0,377 M    225 ml    2,159 %    3,009 %   


LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

LB.1 Penyiapan Larutan NaOH 0.1N
Diketahui konsentrasi NaOH = 0.1N dan 2gram NaOH
N       = ev. M
0.1 N = 1 . M
M       = 0.1M
M   = gram/Mr . 1000/ml
0.1  = 2/40  1000/ml
4ml = 2000
ml   = 500ml
Jadi 2 gram kristal NaOH dilarutkan sampai dengan 500 ml untuk mendapatkan Normalitas sebesar 0,1 N.
L.B.2 Standarisasi Larutan NaOH 0.1N
Perhitungan kadar asam oksalat:
0.1 = gr/126,07  1000/100
gr   = 1,2607gr
N1 = 0,1 N
N1 =  M1  x Valensi
M1 = 0,1 M
V1 x M1 = V2 x M2
V asam oksalat x M asam oksalat = V NaOH x M NaOH
25 ml x 0,1 M = 59,45 ml x M NaOH
M NaOH = 0,042 M
  = 58%
  = 58%

LB.3 Penentuan Kadar Asam Asetat
LB.3.1 Dalam Cuka “ Pantja Niaga “
V asam asetat = 25 ml
V NaOH yang terpakai = 225 ml
Mpraktek NaOH = 0,042 M
Mteori NaOH = 0,1 M
V asam asetat x Mpraktek asam asetat = V NaOH x Mpraktek NaOH
25 ml x Mpraktek asam asetat = 225 ml x 0,042 M
Mpraktek asam asetat = 0,378 M




V asam asetat x Mteori asam asetat = V NaOH x Mteori NaOH
25 ml x Mteori asam asetat = 225 ml x 0,1 M
Mpraktek asam asetat = 0,9 M




 = 57,9%


LB.3.2 Dalam Sampel II
V asam asetat = 25 ml
V NaOH yang terpakai = 184,5 ml
Mpraktek NaOH = 0,042 M
Mteori NaOH = 0,1 M
V asam asetat x Mpraktek asam asetat = V NaOH x Mpraktek NaOH
25 ml x Mpraktek asam asetat = 184,5 ml x 0,042 M
Mpraktek asam asetat = 0,309 M




V asam asetat x Mteori asam asetat = V NaOH x Mteori NaOH
25 ml x Mteori asam asetat = 225 ml x 0,1 M
Mpraktek asam asetat = 18,45 M




 = 54,5%

LB.4 Perhitungan pH larutan untuk reaksi 25ml CH3COOH dengan NaOH
LB.4.1 Dalam Cuka “ Pantja Niaga “
a. Pada penambahan 0 ml NaOH






b. pada tiap penambahan 10 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 0,378 M = 9,45 mol
mol NaOH = 10 ml x 0,1 M = 1 mol
   
NaOH + CH3COOH    CH3COONa + H20
m:        1        9,45        -
r:        1        1        1
s:        0        8,45        1







mol CH3COOH = 25 ml x 0,378 M = 9,45 mol
mol NaOH = 20 ml x 0,1 M = 2 mol
    NaOH + CH3COOH    CH3COONa + H20
m:        1        9,45        -
r:        2        2        2
s:        0        7,45        2





pH= 4,173

mol CH3COOH = 25 ml x 0,378 M = 9,45 mol
mol NaOH = 30 ml x 0,1 M = 3 mol
    NaOH + CH3COOH    CH3COONa + H20
m:        3        9,45        -
r:        3        3        3
s:        0        6,45        3





pH= 4,4

mol CH3COOH = 25 ml x 0,378 M = 9,45 mol
mol NaOH = 40 ml x 0,1 M = 4 mol
    NaOH + CH3COOH    CH3COONa + H20
m:        4        9,45        -
r:        4        4        4
s:        0        5,45        4





pH= 4,61

mol CH3COOH = 25 ml x 0,378 M = 9,45 mol
mol NaOH = 50 ml x 0,1 M = 5 mol


    NaOH + CH3COOH    CH3COONa + H20
m:        5        9,45        -
r:        5        5        5
s:        0        4,45        1





pH = 4,795

LB.4.2 Dalam Cuka Sampel II
a. Pada penambahan 0 ml NaOH






b. pada tiap penambahan 10 ml NaOH
mol CH3COOH = 25 ml x 0,309 M = 7,725 mol
mol NaOH = 10 ml x 0,1 M = 1 mol
    NaOH + CH3COOH    CH3COONa + H20
m:        1        7,725        -
r:        1        1        1
s:        0        6,725        1





pH= 3,91

mol CH3COOH = 25 ml x 0,309 M = 7,725 mol
mol NaOH = 20 ml x 0,1 M = 2 mol
    NaOH + CH3COOH    CH3COONa + H20
m:        2        7,725        -
r:        2        2        2
s:        0        5,725        2





pH= 4,29

mol CH3COOH = 25 ml x 0,309 M = 7,725 mol
mol NaOH = 30 ml x 0,1 M = 3 mol
    NaOH + CH3COOH    CH3COONa + H20
m:        3        7,725        -
r:        3        3        3
s:        0        4,725        3





pH= 4,54

mol CH3COOH = 25 ml x 0,309 M = 7,725 mol
mol NaOH = 40 ml x 0,1 M = 1 mol
    NaOH + CH3COOH    CH3COONa + H20
m:        4        7,725        -
r:        4        4        4
s:        0        3,725        4





pH= 4,77

mol CH3COOH = 25 ml x 0,309 M = 7,725 mol
mol NaOH = 50 ml x 0,1 M = 5 mol
    NaOH + CH3COOH    CH3COONa + H20
m:        5        7,725        -
r:        5        5        5
s:        0        2,725        5





pH= 5,00

No comments:

Post a Comment